Jangan Menebar Fitnah

Bagi orang yang beriman, fitnah yang ditujukan seseorang adalah bentuk ujian dan salah satu media tepat untuk mendekatkan diri kepada Sang Khalik, karena doa-doa mereka yang difitnah sangat manjur dan dikabulkan Allah SWT. Kenapa? Karena orang-orang yang terkena fitnah termasuk kategori golongan yang dizalimi.

Rasulullah SAW bersabda dalam hadis riwayat Bukhari, Tirmidzi, dan Ibnu Majah: “Ada tiga doa yang memiliki kemujaraban tinggi, salah satunya adalah doa mereka yang teraniaya. Sedangkan, dua doa yang lain ialah doa musafir dan doa orang tua kepada buah hati mereka.”

Sementara mereka yang menebar fitnah akan mengalami penderitaan oleh perilakunya dan oleh doa-doa mereka yang dia aniaya. Cerita tentang dahsyatnya akibat yang diterima tukang fitnah ada dalam kisah Sa’ad bin Abi Waqash. Sa’ad merupakan satu dari sekian sahabat Nabi yang mulia. Ia berasal dari klan Bani Zuhrah dari suku Quraisy dan paman Nabi Muhammad dari garis pihak ibu.

Di masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khatab, Sa’ad pernah mendapat kepercayaan dari Umar bin Khatab untuk memimpin Kufah. Segelintir orang yang benci dan iri terhadap Sa’ad mulai berkonspirasi agar Sa’ad tergeser dan tidak lagi menjadi orang nomor satu di Kufah. Berbagai cara di tempuh, tak terkecuali dengan membuat fitnah yang tak berdasar.

Berangkatlah delegasi sekelompok pembenci Sa’ad menghadap Umar bin Khatab. Mereka mengadu dengan pengaduan yang mengada-ada tentang Sa’ad. Umar memberhentikan sosok yang pernah terjun dalam Perang Badar tersebut, kemudian menggantikannya dengan Ammar, tanpa ada klarifikasi dari Sa’ad.

Sewaktu ketika Sa’ad mendapat kesempatan menghadap Umar. Lalu keduanya berdialog dan peluang ini tidak disia-siakan Sa’ad untuk mengklarifisikasi apa yang sebenarnya terjadi. ternyata, menurut laporan yang diterima Sang Khalifah, para tukang fitnah itu mengatakan jika Sa’ad melakukan beberapa kesalahan, di antaranya, tidak menjaga shalat dengan baik dan kurang bijak menerapkan hukum.

Terkait fitnah shalat, Sa’ad pun menjelaskan kepada Umar: “Demi Allah, aku shalat Isya dengan mereka sebagaimana contoh Rasul, tidak aku kurangi sedikitpun. Dua rakaat pertama aku keraskan dan panjangkan bacaan, sedangkan pada rakaat terakhir aku persingkat dan pelankan bacaan.”

Mendengar penjelasan Sa’ad, Umar pun berkomentar: “Berarti itu hanya prasangka atasmu,” katanya. Lalu, Umar memerintahkan Sa’ad kembali ke Kufah beserta sejumlah utusan yang ditunjuk Khalifah. Sesampainya di Kufah, warga menanyakan keberadaan Sa’ad. yang sebenarnya tidak beranjak dari Masjid Bani Abas.

Tetapi tiba-tiba, Usamah bin Qatadah berkata, menuduh Sa’ad: “Sa’ad tidak pernah pergi berperang bersama kita dan tidak membagi harta rampasan perang serta tidak berlaku adil dalam putusan.”

Pernyataan ini membuat Sa’ad terkejut. Ia hanya bisa terdiam mendengan fitnah itu. Tak ada lagi pengaduan baginya kecuali berdoa kepada Allah. “Demi Allah, saya hanya akan berdoa tiga hal, Ya Allah jika hamba-Mu (Usamah) dusta, berbuat riya, dan cari muka, panjangkanlah umurnya, teruskan kefakirannya, serta dekatkanlah ia dari fitnah.”

Waktu pun berlalu. Doa yang dipanjatkan Sa’ad terdengar Sang Khalik. Kemudian terjadi perubahan sikap pada Usamah. Tiap kali Usamah ditanya perihal kabar dan kondisi dirinya, dia menjawab, “Orang tua yang tertimpa musibah, doa Sa’ad telah terkabul untukku.” Keadaan Usamah pun kian memburuk di pengujung usianya.***/zie/int

x

Check Also

Kepemimpinan Itu Bukan Jalan Hidup Lelaki Biasa

Dalam alam demokrasi di Indonesia saat ini kepemimpinan erat kaitannya dengan politikus. karena jalur cepat ...