PALU – Kisah perih begitu banyak akibat musibah gempa dahsyat yang melanda Palu. Selain tsunami, perkampungan hingga kompleks perumahan amblas masuk ke dalam tanah, bersama jiwa-jiwa yang tak sempat menyelamatkan diri. Salah satunya terjadi di Kelurahan Balaroa, Kecamatan Palu Barat, lokasi perumahan pertama di kota yang dibangun sekitar tahun 1980-an.
Lokasi perumahan ini kira-kira seluas lebih dari dua lapangan sepak bola dan terletak di ketinggian di wilayah barat kota Palu. Menurut saksi mata, awalnya tanah bergoyang kencang, lalu bangunan-bangunan roboh, kemudian tanah longsor dan bergeser, menelan sebagian bangunan-bangunan tersebut. Api dan asap yang membumbung terlihat setelah guncangan itu terjadi. Hampir seluruh rumah milik 900 keluarga tertimbun akibat gempa. Tanah di perumahan Balaroa juga amblas sedalam 20 meter.
Salah seorang saksi mata, Dian (32), menceritakan, saat gempa 7,4 magnitudo mengguncang dia bersama anggota keluarga lainnya sedang berada di dalam rumah. Mereka secepatnya lari ke luar menyelamatkan diri.
Saat gempa melanda, kata Dian, bumi bergoncang, tanah terbelah, pohon, masjid dan bangunan lainnya bergerak ke samping dan atas bawah seperti gelombang air hingga akhirnya tertutup oleh tanah.
“Saat pergi menyelamatkan diri, saya berlari di bawah, sudah atap rumah orang,” katanya.
Dalam usaha penyelamatan dirinya tersebut, kata Dian, dia dan buah hatinya yang paling kecil tertimpa atap dan sempat terjebak di dalamnya. Beruntung, saat itu Faiz yang berlari di depan Dian, menyadari ibunya terjebak dan secara spontan berteriak hingga mengundang warga di sekitarnya yang turut menyelamatkan diri untuk membantu.
“Saat itu, Faiz berteriak mamanya tertinggal di bawah atap, akhirnya ada warga yang menolong adiknya dulu baru kemudian istri saya ditarik di antara sela-sela atap rumah,” kata suami Dian, Ikram (32 tahun).
Akan tetapi, keadaan mencekam tidak hanya sampai di situ. Dalam usaha pelarian menyelamatkan diri di tengah kebingungan mencari arah, keluarga tersebut bersama warga lainnya selain harus menghindari bangunan roboh dan pergerakan tanah yang tak beraturan, mereka juga harus terus berlari ke tempat aman sambil menghindari api yang berkobar di kanan-kirinya.
“Di sekeliling kami api menyala-nyala, tanah juga tidak beraturan, kami lari terus, bahkan kami sampai terbawa oleh pergerakan tanah itu dari lapangan ke arah masjid hingga ke lorong Kamboja mungkin sejauh 300 meter,” ucap Ikram.
Akhirnya, keluarga tersebut berhasil menyelamatkan diri walau harus kehilangan tempat tinggal dan sanak keluarganya. Mereka selamat dari keadaan mencekam yang hanya terjadi beberapa menit namun memiliki akibat luar biasa itu.
Di bawah tanah Balaroa sendiri, kini terkuburlah kenangan-kenangan perumahan tertua di Palu itu. Diperkirakan ratusan warga masyarakatnya yang masih menunggu untuk dievakuasi, walaupun kecil kemungkinan adanya korban selamat ditemukan.***/rol