FIRMAN Allah: “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta (QS al-Ankabut [29]: 2-3).
Firman Allah ini menyatakan bahwa setiap orang beriman akan diberikan ujian oleh Allah SWT, untuk membuktikan sejauh mana kebenaran dan kesungguhan hamba Allah dalam menyatakan diri beriman. Apakah betul-betul bersumber dari keyakinan dan kemantapan serta kesungguhan hati, atau sekedar ikut-ikutan tanpa tahu arah dan tujuan. Atau hanya didorong oleh kepentingan sesaat saja?
Ujian iman bisa berupa kesenangan, tetapi pada umumnya lebih banyak berupa kesusahan. Sesuai firman Allah SWT: “…Sungguh akan kami uji (iman) kalian dengan kesusahan dan (dengan) kesenangan. Dan hanya kepada Kamilah kalian akan dikembalikan…” (Q.S. al-Anbiya’ [21]: 35)
Bahkan tentang ujian iman berupa kesusahan, Allah memberitahukan:
“Dan sungguh akan Kami uji (iman) kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Q.S. al Baqoroh [2]: 155)
Kalau ujian iman itu berupa kesenangan, kita dituntut agar bersabar dan sekaligus bersyukur. Bersabar agar tidak menjadi sombong, dan bersyukur agar tidak menjadi kufur, sebagaimana ucapan Nabi Sulaiman as yang terrekam di dalam Al-Qur’an.
“…Karunia ini merupakan pemberian Rabbku untuk menguji imanku, apakah aku bersyukur atau aku kufur. Siapa bersyukur maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri, sedang siapa kufur, sesungguhnya Rabbku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (Q.S. an-Naml [27]: 40).
Banyak hamba Allah yang ketika diuji dengan kesusahan, ia lulus. Sebaliknya ketika ia diuji dengan kesenangan, ia tak lulus.
Bahkan ujian umat terdahulu lebih susah lagi, seperti dikisahkan Rasulullah SAW, tentang beratnya perjuangan orang-orang terdahulu mempertahankan iman mereka, sebagaimana yang dituturkan kepada Sahabat Khabbab Ibnul Arats ra: “Umat sebelum kalian (karena beriman kepada Allah), ada yang disisir dengan sisir besi (sehingga) terkelupas danging dan tulang-tulangnya, tetapi tidak memalingkannya dari agamanya, dan apapula yang diletakkan di atas kepada gergaji sampai terbelah dua, namun tidak memalingkannya dari agamanya…” (Shahih Al-Bukhari)
Sikap manusia terhadap ujian iman tentu bisa bermacam-macam. Musibah kalau menimpa orang yang tak beriman, memang merupakan ‘azab’, karena Allah SWT benci dan murka kepadanya, Tetapi kalau yang tertimpa musibah itu adalah orang-orang yang beriman, berarti Allah SWT menyayanginya.
Ini bisa kita ketahui dari sabda Nabi yang mengatakan: “Siapa yang disayangi Allah, diberi-Nya musibah.” Ketika mengomentari hadits ini, Abu Ubaid al-Harawi mengatakan; makna hadits ini ialah Allah SWT menguji iman orang yang dikasihi-Nya dengan berbagai musibah, agar yang bersangkutan memperoleh pahala.
Dalam hadits lain, Nabi SAW mengatakan: “Perumpamaan oaring Mukmin seperti tanaman, tidak berhenti-henti angin meniupnya dan orang Mukmin senantiasa menerima cobaan. Sedangkan perumpamaan orang munafik seperti pohon yang kuat tidak pernah digoyangkan angin sampai ia ditebang.” (al-Hadits)
Jadi, orang-orang yang dikasihi Allah SWT ternyata diberi-Nya ujian berupa musibah. Nabi Zakaria as misalnya, digergaji sampai tewas. Nabi Yahya as, putera kandungnya disembelih hidup-hidup sampai tewas. Nabi Yunus as dilemparkan ke tengah lautan luas tanpa pelampung dan alat, yang dapat dimanfaatkan untuk menyelamatkan diri dari ganasnya ombak laut.
Dan jangan sampai dilupakan, musibah atau kesusahan yang menimpa orang Mukmin akan menyebabkan terhapusnya dosa-dosa kecilnya. Dasarnya antara lain hadits dari Aisyah ra memberitakan, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Musibah berupa apa saja yang menimpa orang Muslim akan menyebabkan Alah menghapuskan dosanya, walaupun (musibah itu) hanya berupa duri yang menusuknya.” (Shahih al-Bukhari).
Apapun bentuk ujian iamn, terutama kesusahan, tidak ada sikap lain kecuali sabar. Terhadap orang-orang yang sedang ditimpa musibah atau kesusahan, Allah SWT bersepan:
“…Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata: “Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kami akan kembali kepada-Nya…” (Q.S. al-Baqoroh [2]: 155-156).
Memang sabar ketika menerima musibah bukan mudah. Namun itulah bukti dan manifestasi iman, yang berarti harus diterapkan. Dan biasanya tidak ringan dan tentu tidak enak. Sebab kalau ringan, bukan ujian iman namanya.***/Sofyan Siroj