SARAH Price adalah seorang jurnalis dan karena karirinya itu menyebabkan dia juga belajar tentang Islam. Perempuan asal Australia ini menyatakan hal tersebut dilakukannya karena Islam adalah agama yang terhubung pada beberapa konotasi negatif dan sering menjadi pihak yang disalahkan di media massa.
Menjadi seorang muslim bukanlah hal mudah bagi Sarah. Dia berulang kali diselidiki, ditolak, dipecat dari pekerjaan, kehilangan teman-teman, dan mendapat tantangan berat dari keluarga. Mereka sulit menerima perubahan Sarah. Ia mendapat banyak komentar yang keras dan kasar tentang perpindahan agamanya.
Sebelum masuk Islam, Sarah Price adalah pemeluk Kristen yang sangat taat. Sarah mengaku, pengalamannya sebagai seorang Kristen adalah titik tolak perjalanan keimanannya.
“Tanpa itu, saya tidak akan menjadi Muslimah,” kata Sarah.
Suatu kali Sarah ke Malaysia dan perjalanan ini menjadi dasar konversi Sarah ke Islam. sarah pergi ke Malaysia setelah memutuskan mengikuti pertukaran mahasiswa.
“Saya tidak membayangkan akan mengalami petualangan gila yang mengubah hidup saya,” kenang Sarah.
Negeri jiran itu membuka mata Sarah tentang Islam. Perjalanan itu membuat Sarah keluar dari zona nyaman. Gadis asal Gippsland itu terpapar hal-hal yang dia belum pernah kenal di kota kecilnya.
Sebelum ke Malaysia, dia tidak tahu apa- apa tentang Islam. Sarah, seingat dia, belum pernah bertemu seorang Muslim sebelum ke Malaysia. Yang ada di benaknya, Muslim begitu jauh, jauh dari peradaban. Dia juga mengira Muslimah tertindas. Mereka tidak bisa pergi ke mana pun tanpa suami.
Mereka tidak bisa berkarier dan harus memakai pakaian hitam sepanjang waktu. Gambaran itu hancur ketika Sarah pergi ke Malaysia. Dia menemukan gadis-gadis cantik Muslimah Asia Tenggara yang mengenakan pakaian dan jilbab warna-warni. Dia menjalin pertemanan dengan banyak Muslimah yang bisa pergi ke universitas dan merajut karier.
Mata dan pikirannya terbuka ketika, sebagai mahasiswa jurnalistik, dia harus membuat sebuah artikel tentang hak-hak Muslimah. Itulah awal dari segalanya. Pikirannya tetiba penuh dengan pengetahuan tentang Islam dan fakta bahwa perempuan mempunyai hak-hak istimewa dalam Islam.
Kali pertama Sarah melangkahkan kaki ke sebuah masjid di Malaysia, sekejap dia merasa tenang dan damai. Kumandang azan yang keras namun bersahaja menyentuh relung jiwanya, meruapkan perasaan yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.
Ketika pertama kali menundukkan kepala ke arah Ka’bah, dia seolah menemukan rumah di dalam hatinya. Sarah tidak masuk Islam di Malaysia. Dia baru bersyahadat setahun kemudian. Namun, pengalamannya di Malaysia telah membuat Sarah mengenal Islam dengan cara yang indah.
Sekembalinya ke Australia, Sarah merasa ada sesuatu yang hilang. Dia mulai meneliti konsep-konsep kunci dalam agama Kristen. “Saya meneliti apa yang diajarkan Paulus, praktik para pemimpin agama selepas kematian Yesus, dan membaca Bible lebih cermat,” kata Sarah. Dia juga meneliti berbagai kontradiksi dalam Alkitab.
Menurut gadis Australia ini, ada kesamaan antara Al-Quran dan Alkitab. Yesus adalah tokoh penting dalam kedua agama. Islam juga banyak mewartakan kisah Yesus atau Nabi Isa dalam Al-Quran.
Kristen dan Yahudi sering disebut ahli kitab karena mereka memiliki akar yang sama dari Ibrahim. Satu-satunya perbedaan adalah Islam menempatkan Yesus sebagai nabi dan tidak menyembahnya. Meski telah menemukan jawaban, Sarah tetap belum berpaling dari agamanya. Ia ingin meyakinkan diri.
Ketertarikan Sarah pada Islam kian mendapat momentum kala gadis ini berkesempatan mewawancarai Marina Mahathir. Marina adalah putri mantan perdana menteri Malaysia, Tun Mahathir Mohammad, penyabet gelar UN Person of the Year 2010, dan tokoh SIS (Sisters in Islam), penulis, sekaligus pendukung hak-hak perempuan.
Pertemuan Sarah dengan Marina memengaruhi pandangannya tentang Muslimah dan Islam secara umum. “Saya masih ingat bagaimana telapak tangan saya berkeringat. Ini wawancara pertama saya dengan orang ternama,” kisah Sarah ekspresif.
Sikap Marina yang tenang namun tegas membuat Sarah terkesan. Wawancaranya berlangsung lancar. Marina menjawab begitu banyak pertanyaan yang dia simpan sejak tiba di Malaysia.
Dia merasa mendapat pemahaman baru yang jauh lebih besar daripada yang pernah dia pikirkan. Itu salah satu wawancara terpenting yang mengubah hidup Sarah. Keyakinannya pada Islam kian mantap.
Sarah sepenuhnya sadar, jalan yang benar tidak selalu mudah. Terlepas dari betapa sulitnya masa-masa itu, Islam membawa rasa damai yang luar biasa dalam hidupnya. Itu semua membuat Sarah bahagia.
“Yang bisa saya katakan, saya menemukan kedamaian bersama Allah. Saya tahu saya tidak pernah sendiri dalam setiap sujud saya. Benar bahwa sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,” kata Sarah.***/int