JEPARA – Masjid Mantingan adalah salah satu dari 10 masjid tertua di Indonesia. Terletak di di Desa Mantingan, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. 5 km kearah selatan dari pusat kota Jepara.
Dibangun dengan lantai tinggi ditutup dengan ubin bikinan Tiongkok, undak-undakannya didatangkan dari Makao. Sedangkan bangunan atap hingga bubungan-nya bergaya Tiongkok.
Dinding luar dan dalam dihiasi dengan piring tembikar bergambar biru, sedang dinding sebelah tempat imam dan khatib dihiasi dengan relief-relief persegi bergambar margasatwa, dan penari penari yang dipahat pada batu cadas kuning tua.
Ali Syafi’i atau Mbah Ali (63) yang tinggal 500 meter dari Masjid Mantingan dan merupakan juru kunci masjid menyatakan, Masjid Mantingan dibangun oleh tiga pilar, Sultan Hadiri, Ratu Kalinyamat dan seorang arsitek dari China Tjie Hwio Gwan pada 1559.
Maka tak heran ada sentuhan arsitektur bergaya Tiongkok di Masjid Mantingan. Warna Merah, Hijau yang mencolok khas Tiongkok masih bisa dilihat pada mimbar khatib.
Ali menyebutkan peran besar Ratu Kalinyamat yang turut andil mendakwahkan Islam lewat pembangunan masjid. Sebagai putri keturunan Kesultanan Islam Demak, Ratu Kalinyamat menghidupkan syiar Islam lewat kekuasaannya.
Ali mengisahkan banyak simbol-simbol Islam dan pesan tauhid di Masjid Mantingan. Gerbang di dekat masjid adalah gapura bertuliskan lafadz syahadat.
Ukiran-ukiran yang menempel di dinding masjid dibuat dari batu yang khusus didatangkan dari China. Sebagai ahli ukir kerajaan China, konon sosok Tjie Hwio Gwan-lah yang memopulerkan seni ukir ke masyarakat Jepara.
Di dinding masjid ditemui dua jenis motif ukiran. Motif pertama adalah bentuk susunan masjid yang memiliki gerbang di bawah dan bangunan utama masjid di atasnya.
Sementara motif kedua adalah motif tanaman Brotowali yang tak memiliki ujung dan pangkal serta berpusat di tengah. “Inilah simbol Allahu awwalu wa akhiru, berpusat di tengah satu tidak ada Tuhan selain Allah SWT,” kisahnya.
Masjid Mantingan adalah simbol. Simbol sosok Muslimah pejuang bernama Ratu Kalinyamat. Alih-alih sosok mistis, Ratu Kalinyamat adalah pejuang antikolonialisme. Baik Mbah Ali maupun dalam catatan Hadi, menyebutkan jika Ratu Kalinyamat dua kali mengirim pasukan untuk menyerang Portugis di Malaka.
Beberapa Kali Dipugar
Bangunan Masjid yang ada sekarang tidak semuanya asli, karena telah beberapa kali mengalami pemugaran. Aslinya Masjid Mantingan terbuat dari bata merah, atapnya bersusun tiga, dan memiliki tiga pintu yang masing-masing berdaun pintu ganda; ketiga pintu ini menyebabkan dinding di bagian depan terbagi menjadi empat bidang. Pada dinding ini terdapat relief rendah, dalam panel-panel.
Pada setiap bidang tembok terdapat tujuh panel berelief yang tersusun dari atas ke bawah, sehingga dalam empat bidang seluruhnya ada 28 panel. Di kiri kanan masing-masing deretan panel berelief terdapat hiasan berbentuk kelelawar, demikian juga di tiap-tiap pintu, sehingga jumlah seluruhnya 64 buah. Hiasan medalion bulat yang juga terdapat di dinding yang terletak di kiri kanan tangga naik menuju masjid, pada masing-masing sisi terdapat empat panel.
Tahun 1927 Kompleks Mantingan dipugar, menggunakan semen dan kapur sehingga merusak kekunaan dan keasliannya. Bangunan baru ini telah ditempelkan pada panel relief yang berasal dari masjid lama yang dibangun pada 1559 Masehi. Papan-papan batu berelief ini sebagian besar diletakkan di kanan-kiri atas tiga pintu yang terdapat pada dinding serambi masjid, kemudian ada yang dipasang di dinding bawah, dinding luar dan sudut-sudut bangunan.
Sekitar tahun 1978-1981, Masjid Mantingan kembali dipugar. Dalam kegiatan pemugaran berhasil ditemukan enam panel yang berelief di kedua belah sisinya, sejumlah besar balok-balok batu putih dan juga suatu fondasi bangunan kuno.
Pemugaran yang terakhir ini telah mengakibatkan perubahan bentuk masjid yang atapnya dahulu bersusun tiga, kini beratap satu, tiang serambi depan dibongkar dan reliefnya dipindah. Di sisi kanan dan kiri terdapat tambahan ruangan sehingga bidang dindingnya menjadi enam bidang dan masing-masing bidang terdapat panel berelief.
Ornamen yang jumlahnya begitu banyak ditemukan selama pemugaran itu, beberapa di antaranya dipasang di tembok serambi masjid. Sedangkan yang lainya disimpan di gudang milik masjid, di Museum Kartini Jepara dan sebagian lagi tersimpan di Museum Ronggowarsito Semarang, Jawa Tengah.