PETIR diabadikan menjadi salah satu nama surah dalam Al-Quran, yaitu surah ke-13, ar-Ra’du. Setidaknya, ada tiga istilah dalam Al-Quran yang merujuk pada makna petir, yaitu ar-ra’du, ash-showa’iq, dan al-barq.
Para ahli tafsir mendefinisikan ar-ra’du lebih dekat dengan makna suara petir. Sedangkan, ash-shawa’iq dan al-barq maknanya lebih dekat untuk istilah kilatan petir, yaitu cahaya yang muncul beberapa saat sebelum adanya suara petir. Demikian dipaparkan Dr Muhammad Luqman As Salafi dalam Rasy Al-Barad Syarh Al-Adab Al Mufrod.
Menurut para ilmuwan, energi yang dilepas oleh sekali kilatan petir lebih besar dari pada energi yang dihasilkan seluruh pembangkit listrik di Amerika. Satu kilatan petir dapat menyalakan 100 watt bola lampu selama lebih dari tiga bulan. Di samping itu, petir juga menghasilkan molekul nitrogen yang dibutuhkan bagi tumbuh-tumbuhan di bumi untuk menunjang kehidupannya.
Petir bagaikan kapasitor raksasa, lempeng pertama adalah awan yang beradu dengan lempeng kedua adalah bumi. Menurut ilmuwan, petir juga dapat terjadi dari awan ke awan (intercloud), yaitu ketika salah satu awan bermuatan negatif dan awan lainnya bermuatan positif. Petir terjadi karena ada perbedaan potensial antara awan dan bumi atau dengan awan lainnya.
Sebenarnya penjelasan para ilmuwan tentang kronologis petir ini sudah dijabarkan dalam Al-Quran.
Firman Allah SWT: “Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)-nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih. Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung. Maka, ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.” (QS an-Nur [24]: 43).
Dalam surah tersebut, Allah SWT menjelaskan kronologi pembentukan petir, sehingga menjadi kilatan yang hampir menghilangkan penglihatan. Al-Quran juga memaparkan bagaimana Allah SWT menggerakkan awan sebagai pemicu terjadinya petir.
Kedahsyatan petir juga dimaknai umat Islam sebagai bentuk tasbih dari para malaikat penjaga langit. Sebagaimana disebut dalam Al-Quran: “Dan guruh bertasbih memuji-Nya (demikian pula) para malaikat karena takut kepada-Nya.” (QS ar-Ra’d [13]: 13).
Dalam hadisnya, Rasulullah SAW menyebut petir sebagai suara para malaikat. “Ar-Ra’du (petir) adalah malaikat yang diberi tugas mengurus awan dan bersamanya pengoyak dari api yang memindahkan awan sesuai dengan kehendak Allah.” (HR Tirmizi).
Secara umum, umat Islam meyakini ar-Ra’du dengan malaikat yang ditugasi mengatur awan atau suara dari malaikat tersebut yang tengah bertasbih dan mengatur awan. Sedangkan, al-barq atau ash-showa’iq adalah kilatan cahaya dari cambuk malaikat yang digunakan untuk menggiring mendung.
Ketika mendengar petir atau guntur, Nabi SAW mengajarkan doa, “Subhanalladzi sabbahat lahu,” (Mahasuci Allah yang petir bertasbih kepada-Nya). Atau doa, “Subhanalladzi yusabbihur ro’du bi hamdihi wal mala-ikatu min khiifatih,” (Mahasuci Allah yang petir dan para malaikat bertasbih dengan memuji-Nya karena rasa takut kepada-Nya).***