Manusia Bisa Mengenali Keluarganya Saat di Surga

HUBUNGAN manusia dengan keluarga, hanyalah semasa hidup. Begitu meninggal, hubungan itu terputus, kecuali doa. Manusia dipisahkan dengan keluarga dan teman-teman dalam waktu yang sangat lama. Dimulai dari perpisahan menunggu di alam kubur, padang mahsyar, proses hisab, melewati shirath, kejadian di qantharah. Sampai akhirnya sorga atau neraka menjadi tempat abadi.

Lalu, apakah manusia masih bisa ingat dengan keluarga dan kerabat kita di alam baqa nanti? Ternyata manusia tetap bisa mengenal keluarga dan kerabatnya di surga, bahkan bisa tetap kenal dengan teman-teman selama di dunia yang juga sudah masuk surga. Seperti Firman Allah Ta’ala: “Di dalam surga kamu memperoleh apa (segala kenikmatan) yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa (segala kenikmatan) yang kamu minta.” (Q.S. Fushshilat: 31)

Bahkan seseorang akan berkumpul bersama anak keturunannya di dalam satu tingkatan surga. Jika anak keturunannya berada pada tingkatan yang lebih rendah darinya (maka akan disusulkan ke tingkatannya).

Allah berfirman dalam (QS Ar-Ra’d [13]: 22-24) yang artinya: “Orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik), yaitu Surga ‘Adn yang mereka masuk kedalamnya bersama-sama orang yang saleh dari bapak-bapak mereka, istri-istri mereka, dan anak-cucu mereka, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu (sambil mengucapkan), ‘salaamun alaikum bimaa shabartum (keselamatan atasmu berkat kesabaranmu). ‘Maka, alangkah baiknya tempat kesudahan itu.”

Perlu diketahui bahwa seorang muslim yang masuk surga tidak hanya mengenal keluarga dan kerabatnya, tetapi juga mengenal sahabat-sahabatnya selama berada di dunia yang juga masuk surga. Sahabat yang bersama-sama saling menasehati di jalan agama.

Tentunya ada syarat-syarat yang harus dilakukan agar manusia bisa bertemu keluarga di surga, yakni: Pertama, memenuhi seruan Tuhannya. Kedua, memenuhi janji Allah dan tidak melanggar perjanjian. Janji Allah disini mutlak, meliputi semua macam perjanjian. Janji terbesar yang menjadi pokok pangkal semua perjanjian ialah janji iman. Perjanjian untuk setia menunaikan segala konsekuensi iman.

Ketiga, taat, istiqomah yang berkesinabungan dan berjalan di atas sunnah sesuai dengan aturan-Nya dengan tidak menyimpang dan tidak berpaling. Kempat, takut kepada Allah. Takut kepada Allah dan takut kepada siksaan yang buruk dan menyedihkan pada hari pertemuan yang menakutkan.

Kelima, sabar. Sabar atas semua beban perjanjian di atas (seperti beramal, berjihad, berdakwah, berijtihad), sabar dalam menghadapi kenikmatan dan kesusahan, dan sabar dalam menghadapi kebodohan dan kejahilan manusia yang sering menyesakkan hati.

Keenam, mendirikan Shalat. Ini termasuk juga memenuhi janji dengan Allah. Shalat ditonjolkan karena merupakan rukun pertama perjanjia ini, sekaligus menjadi lambang penghadapan diri secara tulus dan sempurna kepada Allah. Juga penghubungan yang jelas antara hamba dengan Tuhan, yang tulus dan suci.

Ketujuh, Menginfakkan sebagian rezeki secara sembunyi atau terang-terangan. Kedelapan, menolak kejahatan dengan kebaikan dalam pergaulan sehari-hari. Dalam hal ini diperintahkan membalas kejelekan dengan kebaikan apabila tindakan ini memang dapat menolak kejahatan itu, bukan malah menjadikan yang bersangkutan semakin senang berbuat kejahatan.

Memenuhi delapan syarat ini maka Allah telah menjamin akan menghantarkan seseorang dapat berkumpul di surga ‘Adn. Mereka mendapati tempat kesudahan yang baik. Di samping masuk surga, mereka juga dimuliakan dengan bertemunya kembali dengan orang-orang yang mereka cintai.***/ss/int

x

Check Also

Kepemimpinan Itu Bukan Jalan Hidup Lelaki Biasa

Dalam alam demokrasi di Indonesia saat ini kepemimpinan erat kaitannya dengan politikus. karena jalur cepat ...