LISA Vogl-Hamid adalah seorang fotografer pernikahan dan fashion internasional dan dia memilih menjadi seorang Muslimah. Sehari-hari dia tampil di publik dengan jilbab sebagai penutup aurat.
Proses Lisa memeluk Islam menjadi bagian sangat penting dalam hidupnya. Ketika melihat ke belakang perjalanannya itu, dia seolah-olah merasa selalu ditakdirkan untuk menjadi seorang Muslim. Ujian yang dihadapi selama menjadi mualaf tak berarti dibandingkan dengan barokah yang datang kepadanya karena Islam.
Masyarakat sekitar dan kolega menerima Lisa seutuhnya sebagai seorang Muslim yang taat dan dinamis.Meski sudah bersyahadat, Lisa tidak membatasi diri dalam pergaulan selama tidak bertentangan dengan ajaran agama.
Masa muda penuh dengan tantangan. Pada saat berusia 19 tahun, Lisa pindah ke Maroko selama tiga bulan untuk tinggal dengan keluarga Maroko. Di sana dia mengenal dan mempelajari beragam budaya. Ketika itu dia menyadari kehidupan Barat bukan satu-satunya, bukan yang unggul.
Lisa menyadari hidup harus saling bersinergi dan mengapresiasi, sehingga sama-sama menuju kemajuan.
“Sejujurnya, saya tidak kembali dengan kebutuhan akan Islam karena perjalanan itu lebih merupakan pengalaman budaya. Saya kembali dengan penghargaan atas kehidupan yang Tuhan berikan kepada keluarga. Hal-hal sederhana seperti mandi menjadi kemewahan saat saya tinggal di rumah tanpa air panas dan tidak ada toilet saat di Maroko,” jelas dia.
Setelah perjalanan itu, Lisa kembali untuk menyelesaikan sekolahnya tapi dia memutuskan untuk pindah ke sekolah swasta khusus wanita. Dia mengambil jurusan cultural studies and marketing. Lulus dari perguruan tinggi harus dilalui dengan menyelesaikan tugas khusus. Lisa wajib menulis tentang wanita di media dan eksploitasi mereka di masyarakat barat.
Melihat kembali pilihannya, dia tidak pernah menyadari bahwa secara tidak sadar perjalanan ke Maroko telah memberinya perspektif berbeda tentang wanita.Dia lebih ingin mengeksplorasi jilbab dan hak perempuan dalam Islam. Isu inilah yang membuatnya tertarik belajar Islam secara mendalam yang pada akhirnya membuat dirinya yakin untuk bersyahadat.
Lulus kuliah
Setelah lulus kuliah, dia langsung mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan.Tetapi tak lama dia baru menyadari jika pekerjaan itu tidak cocok untuknya. Setelah memutuskan berhenti bekerja Lisa kemudian memilih untuk melanjutkan pendidikan di sekolah fotografi.
Beberapa bulan menempuh pendidikan khusus, dia diberi tugas untuk membuat gambar dokumenter dua menit mengenai topik apa pun yang diinginkan. Dia memutuskan untuk memilih jilbab sebagai topiknya.
“Saya tidak pernah benar-benar bertanya mengapa wanita memakainya, yang mengejutkan mengingat saya memakainya sendiri selama tiga bulan sementara di Maroko. Saya hanya melihatnya sebagai lebih dari pakaian budaya bukan aturan agama,” jelas dia.
Tapi perlu banyak diketahui, banyak cara masyarakat Barat mengeksploitasi wanita melalui media. Namun, banyak pihak kini menyadari, jilbab di dalam Islam terbukti melindungi wanita dan meningkatkan harga diri.
Mempelajari Islam
Setelah selesai membuat dokumenter, Lisa menjadi sangat tertarik dengan Islam. Dia kemudian belajar agama itu selama beberapa bulan. Semakin mendalami Islam semakin dia meyakini agama ini adalah yang dicarinya selama ini. Dia kemudin mengucapkan syahadat pada 29 Juli 2011.
“Itu adalah keputusan terbaik yang pernah saya buat. Setelah pengalaman saya, melihat ke belakang, semakin menyadari bahwa jika tidak mengejar mimpi untuk menjadi seorang fotografer, mungkin saya tidak memiliki alasan untuk belajar Islam,” ujar dia.
Lisa pun menyarankan agar jika suatu saat memiliki keinginan, maka hanya tinggal dikerjakan. Manusia tidak akan pernah tahu apa yang terjadi pada masa mendatang. Dalam kisahnya, Lisa terinspirasi untuk melakukan perjalanan dan mempelajari fotografi sehingga membawanya kepada Islam.
Lisa juga terinspirasi dengan perkataan ibu Teresa yang sangat berarti baginya, “Perdamaian dimulai dengan senyuman.
Kutipan itu mengingatkan dia pada sesuatu yang selalu dikatakan ibunya. Lisa mengenang kisahnya sewaktu kecil bahwa ketika saudara perempuan dan dirinya bertengkar, ibunya mengatakan bagaimana bisa mengeluh tentang perang jika diri sendiri berbaku hantam di rumah. Setiap kali mulai pertengkaran kata- kata ibunya selalu terkenang sehingga mereka dengan cepat berbaikan.
Perdamaian dimulai dari tindakan sendiri dan hal-hal sederhana seperti senyuman. Belum lagi bagian terpenting dari perspektif Islam seperti dalam al-Baqarah ayat 286. “Allah tidak membebani jiwa selain yang bisa ditanggungnya.”
“Saya percaya ini dekat dengan hati saya karena ada beberapa cobaan yang saya hadapi setelah beralih ke Islam dan saya tahu bahwa jika Tuhan mengambil sesuatu dari hidup saya, itu karena dia akan menempatkannya dengan sesuatu yang lebih baik,” jelas dia.
Dia berharap agar Muslim benar-benar memperhatikan lingkungan sekitar. Jangan sampai mereka memisahkan diri dari budaya lain. Budaya akan menjadi sarana masyarakat untuk saling memahami, sehingga dapat menggapai tujuan bersama- sama.
Jika ini lebih dikenal luas, Lisa percaya bahwa ini akan memberi perspektif yang berbeda kepada non-Muslim tentang Islam.Ini menunjukkan bahwa kita setara di mata Allah dan itulah yang sebenarnya penting.
Perjalanan hidup Lisa tidak terlepas dari hal-hal yang menginspirasinya. Selain Alquran dan hadis, dia juga memiliki buku favorit yang menjadi inspirasi hidupnya. Buku ini dibacanya saat berusia 12 atau 13 tahun yang berjudul The Twelfth Angel karangan Og Mandino.
Tak hanya bahan bacaan, sosok ibu merupakan seseorang yang menginspirasinya.”Saya bisa menjadi seperti ini karena ibu yang telah mendidik dengan baik. Dia berprofesi sebagai pembicara motivasi sehingga tertanam dalam diriku di usia muda untuk mengejar mimpi dan tidak putus asa menghadapi apa pun yang menghalangi,” jelas dia.
Prinsip hidup yang hingga kini dipegang teguh olehnya adalah tidak mempermasalahkan kegagalan, karena itu adalah bagian untuk mengasah kemampuan diri. Jangan pernah membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Tuhan memberkati setiap orang dengan sesuatu yang istimewa. Setiap orang memiliki keunikan. Penting bagi kita untuk tetap setia pada diri kita sendiri.**/rol