Jangan Membenci, Lebih Baik Memaafkan

SEBAGAI manusia yang hidup di tengah dunia dengan segala ragam persoalan, baik oleh alam atau karena sifat dan sikap manusia lain, wajar jika kemudian timbul sengketa, permusuhan yang berujung pada timbulnya sikap benci. Kerap persoalan muncul karena iri, dengki hingga saling fitnah.

Harusnya jangan biarkan hati dan pikiran kita sibuk memikirkan sikap dengki dan permusuhan orang lain. Jangan membenci. Tetap bersikap baik dalam bergaul dan berinteraksi dengan mereka.

Seperti firman Allah Ta’ala: “Tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik sehingga orang yang ada permusuhan di antaramu dan dia seolah telah menjadi teman yang setia.” (QS Fushilat: 34).

Rasulullah SAW juga bersabda: “Jangan kalian saling membenci, saling menghasut, saling membelakangi, dan saling memutuskan silaturahim. Jadilah sebagai hamba-hamba yang bersaudara. Seorang mukmin tidak boleh mendiam kan (mengacuhkan) saudaranya lebih dari tiga hari.” (HR Bukhari Muslim). Hadis ini mengajarkan manusia untuk tidak saling membenci, apalagi sampai bermusuhan dengan saudara seiman.

Tetapi tentu saja sebagai manusia, kita tidak bisa mencegah keberadaan orang yang dengki dan memusuhi. Seperti Umar bin Khathab pernah berkata: “Tidak ada seseorang yang dikarunia kenikmatan kecuali ada orang yang dengki kepadanya.”

Orang yang cerdas tentu tidak akan mudah terpancing ketika ada seseorang yang dengki atau memusuhi dirinya terlebih dahulu. Ia senantiasa mencermati duduk persoalannya dan memperbaiki hubungan agar damai dan aman. Bersikap penuh toleran dan menganggap bahwa persoalannya sangat sederhana.

Keimanan dan kesabaran adalah modal utama menghadapi kedengkian dan permusuhan orang lain. Bersabar dalam menghadapi segala gunjingan. Tidak perlu membalasnya dengan tindakan yang sama. Karena orang yang dengki tidak memperoleh kebaikan dari apa yang dia lakukan.

Jika seseorang mengumpat secara berlebihan, menghina, mencela, dan menzalimi kita, berikanlah dia pukulan telak dengan cara memaafkannya karena Allah. Ia akan merasa terhina. Katakan sesuatu yang baik kepadanya agar selalu terngiang. Sesungguhnya kemenangan tidak diperoleh dengan pembalasan dendam, tetapi dengan maaf yang terbuka.

Seperti firman Allah Ta’ala: “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. Barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (Asy-Syura: 40).

Memaafkan kesalahan orang yang menzalimi, sering dianggap sebagai sikap lemah dan bentuk kehinaan, padahal justru sebaliknya. Bila orang membalas kejahatan yang dilakukan seseorang kepadanya, maka sejatinya di mata manusia tidak ada keutamaannya. Tapi di kala dia memaafkan padahal mampu untuk membalasnya, maka dia mulia di hadapan Allah dan manusia.***/SS

x

Check Also

Kepemimpinan Itu Bukan Jalan Hidup Lelaki Biasa

Dalam alam demokrasi di Indonesia saat ini kepemimpinan erat kaitannya dengan politikus. karena jalur cepat ...