Jadilah Bintang

HAI Ahmad! Jadilah bintang.
Jika tak bisa jadi bintang, jadilah bulan.
Jika tak bisa jadi bulan, jadilah matahari.”

(Pesan al-Darani kepada Ahmad bin Abi al-Hawari).

“Bulan lebih terang daripada bintang dan matahari lebih bersinar daripada bulan,” kata al-Hawari.

“Hai Ahmad! Jadilah seperti bintang; muncul saat awal malam hingga fajar. Artinya, sholatlah dari awal hingga akhir malam.

Jika tak kuat bangun malam, jadilah seperti matahari; terbit pada pagi hari sampai sore. Artinya, jika tak mampu bangun malam, janganlah kau bermaksiat kepada Allah pada siang hari,” jelas al-Darani.**

Nasehat al-Darani kepada Ahmad ini menunjukan bahwa manusia itu harus punya cita-cita, punya rencana, termasuk dalam melaksanakan ibadahnya. Dari yang kecil hingga yang besar. Dia mengkiaskan dengan bintang, bulan dan matahari, karena benda-benda langit tersebut memang disebutkan Allah SWT dalam Al-Quran. Ketiganya pun saling bersinergi untuk sebuah keutuhan. Mari kita bahas satu persatu tentang bintang, bulan dan matahari.

Bintang, bulan dan metahari adalah benda-benda langit yang disebutkan Allah dalam Al-Quran, benda yang bercahaya dan jadi penerang bagi umat manusia. Seperti firman-Nya: “Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya.” (Al-Furqan ayat 61).

Bintang merupakan benda langit yang memancarkan cahaya. Makanya bintang disebut al-Darani untuk nasehat pertama, jadilah bintang. Terdapat bintang semu dan bintang nyata. Bintang semu adalah bintang yang tidak menghasilkan cahaya sendiri, tetapi memantulkan cahaya yang diterima dari bintang lain. Bintang nyata adalah bintang yang menghasilkan cahaya sendiri. Secara umum sebutan bintang adalah objek luar angkasa yang menghasilkan cahaya sendiri (bintang nyata).

Imam mufassir Al Baidhawi menafsirkan surat dalam Al-Quran, yaitu surat Yunus ayat 5 yang artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya.”

Lalu beliau mejelaskan gambaran matahari dan bulan, “Allah SWT memberikan pengetahuan kepada kita, bahwasanya matahari bersinar dengan dirinya sendiri, sementara bulan bersinar karena menerima pantulan sinar matahari dan menyerapnya.”

“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar (dhiya-a) dan bulan bercahaya (Nuron) dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (QS.Yunus:5)

Allah SWT menjadikan posisi bumi ideal terhadap matahari dengan tujuan salah satunya agar manusia dapat mepelajari ayat Allah SWT berupa bintang. Dengan mempelajari matahari manusia akhirnya tahu bagaimana sebuah bintang bisa menghasilkan sinar sendiri, memiliki usia, berbeda ukuran dan kekuatannya, dan perubahan-perubahan bintang dari lahir sampai menemui ‘ajal’-nya. Al-Quran juga menyebutkan bahwa bintang memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri unik dan ilmu pengetahuan modern sudah membuktikan hal ini.

Bulan
Para Penggugat dan Penghujat Islam sering mempermasalahkan QS.Nuh :16 sebagai ayat Al-Qur’an yang tidak ilmiah karena mengatakan bulan bercahaya (dalam persepsi mereka bercahaya artinya udah pasti memancarkan cahaya sendiri seperti lampu petromaks). Bagaimana Al-Qur’an menjelaskan bahwa cahaya bulan hanya pantulan dari cahaya matahari, sedangkan matahari menghasilkan cahaya sendiri?

Untuk memahami ini ada baiknya kita jangan hanya berkutat pada satu ayat, pelajarilah Al-Qur’an secara keseluruhan. Jangan sepotong-sepotong dan yang paling penting, pelajari tinjauan nahwu shorof bahasa Arabnya, bukan cuma terpaku pada terjemahannya.

Firman Allah Subhanahuwata’ala: “Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya (Nuron) dan menjadikan matahari sebagai pelita (Siroja)” (QS. Nuh:16)

Matahari
Matahari diciptakan sebagai benda langit dengan cahaya kuat yang berasal dari pijaran bola gas panas yang sangat luar biasa. Dengan keadaannya yang demikian, cahaya yang terpancar darinya juga merupakan cahaya yang tidak terkira kekuatan dan ketajamannya.

Dalam salah satu ayat Al-Quran, Allah berfirman tentang matahari. “Dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari),” Surah An-Naba’ Ayat 13.

Secara umum dikatakan, matahari memancarkan energi radiasi dan dirasakan sebagai panas yang menghangatkan biosfer Bumi, dan pancaran cahaya tersebut berfungsi sebagai pelita yang menerangi alam raya.

Planet-planet, asteroid, komet, cahaya zodiak (cahaya debu antarplanet), dan bulan, semuanya mendapat penerangan dari cahaya matahari. Sebagian cahaya matahari yang menyorot ke permukaan planet, asteroid, komet, debu antarplanet, dan bulan, berfungsi menghangatkan permukaan atau angkasa planet, dan sebagian lagi dipantulkan kembali ke langit.

Begitu terang sorotan cahaya matahari sehingga meskipun jauh letaknya masih bisa menghasilkan pantulan cahaya dari benda ruang angkasa tersebut, sehingga manusia di Bumi bisa mengenali adanya planet, komet atau asteroid yang bergerak mengembara di langit.

Begitulah perbandingan cita-cita seseorang, jika dia menjadi matahari, seperti yang diisyaratkan al-Darani kepada Ahmad, dia tentu akan menjadi cahaya bagi orang tuanya, saudara-saudaranya dan masyarakatnya. Dia akan terang benderang dan mampu menyinari kelompoknya. Artinya, perumpamaan menjadi matahari adalah cita-cita luhur yang patut dikejar semua manusia.

Tentunya keluhuran cita-cita itu juga harus dibarengi niat dan tingkah laku yang baik, yang bersandarkan pada Al-Quran dan Hadist Rasul. Salah satu yang sangat dipentingkan dalam Islam adalah Shalat, karena tiang agama adalah Shalat. Seperti nasehat al-Darani di atas, shalatlah dari awal hingga akhir malam.***/SS

x

Check Also

Kepemimpinan Itu Bukan Jalan Hidup Lelaki Biasa

Dalam alam demokrasi di Indonesia saat ini kepemimpinan erat kaitannya dengan politikus. karena jalur cepat ...