Thomas Carlyle Pujangga Inggris pernah mengatakan :
“Amerika telah berpisah dengan kita. Namun bahasa selau mempertemukan kita dengan Amerika. Satu waktu Indiapun akan lepas dari kita, namun Bahasa Inggris akan selalu mengikat kita dengan India.”
Begitulah pula saya berkata sekarang, dalam majelis seminar ini, di hadapan saudara-saudara kita yang datang sebagai peninjau (pemerhati) dari Singapura dan Malaysia, yaitu dari Johor, Malaka, Kedah dan dari University of Malaysia.
Mari mudikki sejarah ke hulu
Dimana tersekat lekas elakkan
Pusaka nenek yang dulu-dulu
Sama dibuhul, sama diikatkan
Sebaris tiada yang lupa
Setitik tiada yang hilang
Yang diarah, yang dicita
Pegangan teguh malam dan siang
Yaitu sejarah, bahasa dan budaya. Tidak melayu hilang di dunia. Melayu tetap berseri, berpalun dan berpilin dalam jiwa kita, kita pupuk dalam Indonesia yang merdeka, kita pupuk dalam Malaysia yang merdeka ![1]
Sengaja kami ketengahkan di hadapan kita semua mengenai sejarah. Karena sejarah adalah jati diri dari suatu bangsa. Sejarah adalah kumpulan pengalaman suatu bangsa atau kaum di masa yang lalu. Baik itu berupa kumpulan kebaikan ataupun kumpulan kekhilafan. Krisis-krisis yang mereka hadapi dan bagaimana mereka mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Kita dapat meneladani keteguhan hati mereka dan juga tidak mengulangi kelemahan mereka. Sehingga kita mendapatkan kebijaksanaan dalam menapaki tangga sejarah kita saat sekarang ini. Teguh dalam menghadapi masalah dan tidak bersifat lemah bahkan menyerah pada keadaan.
Bagi mereka yang meneguhkan diri
Mendapatkan keteguhan hati …
Bagi mereka yang mulia
Dianugrahi perbuatan yang mulia
Dimata yang lemah …
Sedikit kemalangan terlihat dahsyat
Dimata mereka yang kuat …
Kekurangan sungguh suatu kesukaran
Semoga untaian geliga sejarah ini akan dapat kita jadikan kompas dalam mengharungi kehidupan kita ke depan. Mengalun langkah dalam tapak-tapak sejarah yang semakin terjal dan berliku sehingga tidak mendapatkan kerugian.
Demi masa, kita memang zalim dan selalu merugi
Demi masa, Sesungguhnya kita jarang mensyukuri
Demi masa, sesungguhnya banyak cobaan dan mihnah
Demi masa, sesungguhnya syetan selalu mencari celah merayu diri ini
Demi masa, hanya al-Qur’an yang akan menjaga alpa diri
[1] Hamka: Perbendaharaan Lama.