KITA sering kali ingin sabar saat disakiti orang lain, tidak ingin dendam apalagi balik menzalimi. Tetapi ternyata bersikap sabar memag sulit. Padahal jika sabar, pahala menanti. Ternyata ada beberapa faktor yang dapat membantu seseorang agar dapat sabar ketika disakiti atau pun dizalimi orang lain.
Pertama: seseorang harus mengakui bahwa Allah adalah Zat yang menciptakan segala perbuatan hamba, baik itu gerakan, diam dan berkeinginan. Maka segala sesuatu yang dikehendaki Allah untuk terjadi, pasti akan terjadi. Segala sesuatu yang tidak dikehendaki Allah untuk terjadi, maka pasti tidak akan terjadi.
Artinya, tidak ada satupun benda meski seberat dzarrah (semut kecil) sekalipun yang bergerak di alam ini melainkan dengan izin dan kehendak Allah. Oleh karenanya, hamba adalah ‘alat’. Lihatlah kepada Zat yang menjadikan pihak lain menzalimimu dan janganlah melihat tindakannya. Jika kita sanggup melakukan hal itu, maka kita akan terbebas dari amarah, kedongkolan dan kegelisahan.
Kedua, hendaknya seseorang mengakui akan segala dosa yang telah diperbuatnya dan mengakui bahwasanya tatkala Allah menjadikan pihak lain menzalimi dirinya, maka itu semua dikarenakan dosa-dosa yang telah dia perbuat. Sebagaimana firman Allah ta’ala, yang artinya; “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka itu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syuura: 30).
Ketiga, hendaknya seseorang mengetahui pahala yang disediakan oleh Allah ta’ala bagi orang yang memaafkan dan bersabar terhadap tindakan orang lain yang menyakitinya. Seperti dinyatakan dalam firman-Nya: yang artinya; “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. Asy Syuura: 40).
Keempat, Apabila kita memaafkan dan berbuat baik, maka hal itu akan menyebabkan hati selamat dari berbagai kedengkian dan kebencian kepada saudara, serta hati akan terbebas dari keinginan untuk melakukan balas dendam dan berbuat jahat.
Kelima, hendaknya kita mengetahui bahwa seseorang yang melampiaskan dendam semata-mata untuk kepentingan nafsunya, maka hal itu hanya akan mewariskan kehinaan di dalam dirinya. Apabila dia memaafkan, maka Allah justru akan memberikan kemuliaan kepadanya. Keutamaan ini telah diberitakan oleh rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui sabdanya,
“Kemuliaan hanya akan ditambahkan oleh Allah kepada seorang hamba yang bersikap pemaaf.”
Keenam, salah satu faktor yang paling bermanfaat, yaitu mengetahui bahwa setiap balasan itu sesuai dengan amalan yang dikerjakan. Hendaknya manusia menyadari bahwa dirinya adalah seorang yang zalim lagi pendosa. Begitupula hendaknya dia mengetahui bahwa setiap orang yang memaafkan kesalahan manusia terhadap dirinya, maka Allah pun akan memaafkan dosa-dosanya.
Ketujuh, apabila diri disibukkan dengan urusan pelampiasan dendam, waktu akan terbuang sia-sia dan hati akan terpecah, tidak dapat berkonsentrasi untuk urusan yang lain. Berbagai manfaat justru akan luput dari genggaman. Dan kemungkinan hal ini lebih berbahaya daripada musibah yang ditimbulkan oleh berbagai pihak yang menzhalimi. Apabila memaafkan, maka hati dan fisik akan merasa “fresh” untuk mencapai berbagai manfaat yang tentu lebih penting bagi diri daripada sekedar mengurusi perkara pelampiasan dendam.
Delapan, kita juga harus mengetahui bahwa kesabaran merupakan sebagian daripada iman. Oleh karena itu, sebaiknya dia tidak mengganti sebagian iman tersebut dengan pelampiasan dendam. Apabila dia bersabar, maka dia telah memelihara dan menjaga keimanannya dari aib (kekurangan). Dan Allah-lah yang akan membela orang-orang yang beriman.
Sembilan, kesabaran yang dilakukan oleh seseorang akan melahirkan penghentian kezhaliman dan penyesalan pada diri musuh serta akan menimbulkan celaan manusia kepada pihak yang menzalimi. Dengan demikian, setelah menyakiti dirinya, pihak yang zhalim akan kembali dalam keadaan malu terhadap pihak yang telah dizaliminya. Demikian pula dia akan menyesali perbuatannya, bahkan bisa jadi pihak yang zalim akan berubah menjadi sahabat karib bagi pihak yang dizhalimi.
“Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (QS. Fushshilaat: 34-35).
Sepuluh, kezaliman yang diderita akan menjadi sebab yang akan menghapuskan berbagai dosa atau mengangkat derajat. Oleh karena itu, apabila membalas dendam dan tidak bersabar, maka kezaliman tersebut tidak akan menghapuskan dosa dan tidakpula mengangkat derajatnya.
Sesungguhnya setiap orang yang bersabar dan memaafkan pihak yang telah menzaliminya, maka sikapnya tersebut akan melahirkan kehinaan pada diri sang musuh dan menimbulkan ketakutan terhadap dirinya dan manusia. Hal ini dikarenakan manusia tidak akan tinggal diam terhadap kezaliman yang dilakukannya tersebut, meskipun pihak yang dizalimi mendiamkannya. Apabila pihak yang dizalimi membalas dendam, seluruh keutamaan itu akan terluput darinya.***