MUSLIMAH atau perempuan diperbolehkan ke masjid, untuk beribadah, melakukan shalat berjamaah atau mengikuti majelis zikir. Perempuan tidak sepantasnya dilarang jika ingin mendatangi masjid, selama ia tidak melakukan sesuatu yang terlarang.
Hal tersebut sangat jelas disebutkan dalam hadits Ibnu ‘Umar radhiallaahuanhu dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Apabila isteri salah seorang di antara kalian meminta izin untuk pergi ke masjid maka janganlah ia melarangnya.” (HR. Bukhari)
Tetapi tentu ada aturan dan larangan bagi perempuan jika dia ingin ke masjid. Misalnya, yang sedang haid dan nifas. Jumhur ahli fikih dari keempat madzhab berpendapat bahwasannya tidak boleh seorang wanita haid untuk berdiam di masjid, dengan dalil hadist riwayat Bukhari (974) dan Muslim (890), dari Ummu ‘Athiyah dia berkata: “Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada kami untuk keluar rumah pada dua hari raya, termasuk remaja putri dan gadis pingitan, dan beliau memerintahkan wanita yang haid untuk menjauhi tempat shalat.”
Sedangkan bila hanya lewat, maka diperbolehkan apabila ia mempunyai kepentingan dan yakin bahwa tidak akan mengotori masjid dengan najisnya, berdasarkan firman Allah Ta’ala: ”Dan (jangan pula menghampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, kecuali sekedar berlalu saja, sampai kamu mandi” (Qs An Nisa’:43).
Syaikh Kholid Mushlih ditanya, “apakah boleh wanita haid menghadiri majelis Al Qur’an di masjid?
Jawab beliau, “Wanita haid boleh saja masuk masjid jika ada hajat, inilah pendapat yang lebih tepat.” Karena terdapat dalam kitab shahih bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Aisyah.
“Berikan padaku sajadah kecil di masjid.” Lalu Aisyah berkata, “Saya sedang haid.” Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya haidmu itu bukan karena sebabmu.” (HR. Muslim).
Kemudian, jika perempuan ingin shalat jamaah di masjid, dia shalat di belakang shaf laki-laki. Shaf kaum wanita di dalam masjid berada di belakang shaf kaum laki-laki, dan semakin jauh shaf wanita dari shaf laki-laki maka akan semakin baik dan lebih utama bagi kaum wanita tersebut. Seperti yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallaahu ’anhu, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
”Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang paling pertama (terdepan) dan seburuk-buruk shaf laki-laki adalah yang paling terakhir (belakang), serta sebaik-baik shaf wanita adalah yang paling akhir dan seburuk-buruk shaf wanita adalah yang paling depan.” (HR. Bukhari)
Dari Ummu Salamah radhiallahu ’anha, istri Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, bahwa apabila kaum wanita di zaman Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam telah mengucapkan salam dalam shalat wajib, mereka langsung berdiri. Rasululah shalallahu ‘alaihi wasallam dan kaum laki-laki yang ikut mengerjakan shalat tetap diam di tempat hingga waktu yang Allah kehendaki. Apabila Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berdiri maka merekapun berdiri. (HR. Bukhari)
Nabi SAW juga menyuruh perempuan untuk tidak memakai wewangian, mencegah lelaki tergoda akan aroma minyak wanginya tersebut. Jangan sampai kaum pria mengarahkan pandangannya karena minyak wangi sehingga terjadi fitnah.**/SS